Diswara 4:Perjuangan Nabi Pada Masa Perang Khandaq

Selasa, 27 Juni 2023, HMPS SPI menyelenggarakan Diswara (Diskusi Mahasiswa Sejarah) secara daring melalui Google Meet. Diswara kali ini mengambil tema “Perjuangan Nabi Muhammad Saw Pada Masa Perang Khandaq”. Tujuan diswara adalah meneladani perjuangan Nabi Muhammad Saw pada saat perang Khandaq. Diskusi ini dipantik oleh Lia Agustina, mahasiswa SPI semester dua dan dimoderatori oleh Sriani Hidayatul Fitriah dari semester yang sama.

Diskusi diawali dengan penjabaran materi oleh pemantik. Perang Khandaq atau perang Ahzab merupakan perang yang terjadi pada tahun ke lima setelah hijrah. Dinamakan perang Khandaq karena Nabi Muhammad Saw bersama para sahabat membuat parit yang membentang di utara kota Madinah. Khandaq sendiri berasal dari bahasa Persia kandak yang berarti telah digali. Selain itu, perang ini juga disebut perang Ahzab yang berarti aliansi dari pasukan musyrikin yang terdiri dari kaum Yahudi Bani Nadhir, Bani Ghatafan dan Quraisy.  Perang Khandaq dilatarbelakangi kemarahan Bani Nadhir yang terusir dari Madinah karena telah mengkhianati perjanjian dengan Nabi Saw.

Akibatnya, Yahudi Bani Nadhir keluar dari Madinah menuju Khaibar dan ada pula yang pergi menuju Syam. Hanya dua orang kaum Yahudi Bani Nadhir yang masuk Islam, Yamin bin Umair dan dan Abu Sa’id. Setelah itu Yahudi Bani Nadhir mendendam dan berusaha menuntut Nabi Saw dengan peperangan. Kemudian berangkatlah Huyay bin Akhtab, Sallam bin Huqaiq, Kinanah bin Rabi’ dan Haudzah bin Qais menemui kaum Quraisy di Makkah. Mereka mengajak kaum Quraisy, Bani Ghatafan, Bani Sulaim, beserta kabilah-kabilah yang membenci Nabi Saw dan umat Islam.  Ajakan tersebut disambut baik dan terbentuklah pasukan aliansi atau “Pasukan Ahzab”

Kemudian pasukan aliansi tersebut berangkat menuju Madinah. Pasukan Bani Ghatafan dipimpin ‘Uyainah bin Hasn dan Harits bin Auf. Sedangkan pasukan Quraisy dipimpin Abu Sufyan bin Harb yang sekaligus menjadi panglima tertinggi. Nabi Saw yang mendengar berita tersebut dari sekutunya, Bani Khaza’ah dan bermusyawarah dengan para sahabat  dan memutuskan untuk membuat parit yang diusulkan Salman Alfarisi yang berasal dari Persia. Pada saat penggalian itulah, Nabi Saw memecahkan batu dengan tiga pukulan yang kemudian memancarkan kilatan cahaya di setiap ledakan pecahannya. Pada setiap kilatan cahaya itulah, Nabi Saw melihat pertanda akan ditaklukkannya Romawi, Persia, dan Yaman di tangan umat muslim di masa depan. Sampai akhirnya pasukan aliansi datang dan bersiap menggempur Madinah dan segera mereka dibuat terkejut dengan parit yang sudah digali di hadapan mereka.

Pasukan aliansi yang berada di baris depan menjadi sasaran empuk para pemanah pasukan Islam. Lalu, Abu Sufyan memerintahkan seluruh pasukan aliansi untuk mundur dan kembali ke bagian pertahanan mereka. Setelah itu, tidak terjadi pertempuran yang berarti tapi kedua pasukan dipaksa untuk selalu waspada dengan musuh yang tidak bisa diduga. Sampai, Amr bin Wudd dan Ikrimah bin Abu Jahal berhasil menyeberangi parit dengan kuda. Amr yang absen di perang Uhud menantang duel pasukan Islam yang bersiaga. Kala itu, Ali bin Abi Thalib yang menyambut tantangan tersebut dan berhasil membunuhnya. Setelah itu, tidak ada pasukan aliansi yang berani menyeberang parit lagi.

Setelah tidak ada yang berhasil menyeberangi parit, pasukan aliansi berpikir untuk membujuk Bani Quraizah agar mengkhianati perjanjian dengan Nabi Saw . Maka, diutuslah Huyay bin Akhtab untuk melakukannya.  Ka’ab bin Asad, pemimpin Bani Quraizah awalnya tidak setuju, tapi akhirnya dia memutuskan untuk melanggar perjanjian dengan Nabi Saw. Setelah itu, pasukan Islam juga harus waspada dengan pasukan Bani Quraizah yang mengintai dari belakang. Sampai datanglah Nu’aim  bin Mas’ud kepada Nabi Saw dan memeluk Islam tanpa diketahui kaumnya. Lalu, Nabi Saw memerintahkan Nu’aim untuk memecah belah pasukan aliansi dan berhasil melakukannya. Sehingga, pasukan aliansi besar itu pulang setelah dilanda hujan dan badai. Kaum Yahudi Bani Quraizah juga terusir dari Madinah karena terbukti melanggar perjanjian.

Setelah penjabaran materi selesai, diskusi dimulai dengan pertanyaan dari Ghofur. Dia bertanya tentang detail strategi parit yang digunakan pasukan Islam. Dengan semangat, Ghazali menanggapi dengan menjelaskan bahwa parit dibuat di utara Madinah karena bagian lain tertutup oleh bukit. Dia juga mengkritisi pemantik yang belum bisa memvisuali-sasikan nggambarkan peristiwa perang Khandaq. Padahal, visualisasi itu penting agar peserta dapat memahami peristiwa yang disampaikan dengan jelas. Beralih ke pertanyaan berikutnya yang disampaikan oleh Burhan mengenai kontras yang terjadi antara tema diswara yang sebelumnya dengan diswara yang ini. Pertanyaan tersebut ditanggapi Fauzan yang menyebut bahwa tema ini diangkat untuk kembali menegaskan profil dari prodi SPI.     Selanjutnya, pertanyaan terakhir disampaikan Syafiudin yang penasaran dengan parit yang menjadi bukti terjadinya perang Khandaq. Pemantik menjawab bahwa parit tersebut kini sudah tidak ada lagi karena kota Madinah sudah dibangun sedemikian rupa dan yang tersisa hanyalah pos pemantauan yang ditandai dengan batu di bukit Abu Ubaid. Lalu, pemantik undur diri dan memohon maaf karena belum bisa memvisualisasikan perang Khandaq dengan baik. Terakhir moderator menutup diswara dengan pernyataan “Perang Khansa bukanlah perang besar. Namun, eksistensinya memberikan motivasi bagi penaklukan besar Islam di masa selanjutnya” .