Diswara 2: Bedah Film Dibalik ’98 dan Buka bersama

Minggu, 2 April 2023,  HMPS SPI menyelenggarakan Diswara (Diskusi Mahasiswa Sejarah) film di Laboratorium KPI. Diswara kali ini mengangkat tema “Dibalik ‘98”. Tujuan diswara adalah mengingat kembali konflik Mei 1998. Diswara kali ini di pantik oleh Betran Febriansyah, mahasiswa SPI semester enam dan dimoderatori oleh Alif Widia Elrahma, mahasiswi SPI semester dua.

Diskusi diawali dengan Nobar (Nonton Bersama) film “Dibalik ’98”. Film ini diangkat dari kisah nyata kerusuhan pada Mei 1998. Keunikan dari film ini, penulis menggunakan perspektif micro history (sejarah yang tidak terdapat dalam narasi besar). Jika sebelumnya film-film bertemakan sejarah diangkat dari macro history (dari sudut pandang penguasa). Pada umumnya kerusuhan pada Mei 1998 hanya melihat berakhirnya rezim Soeharto, tragedi Trisakti, demonstrasi mahasiswa, dan penjarahan massal. “Dibalik ’98” menunjukkan kenyataan yang terjadi pada masyarakat etnis Tionghoa. Tidak hanya itu, tokoh utama merupakan mahasiswa memberikan warna tersendiri bagi film ini.

Setelah film berakhir, pemantik membuka diskusi dengan argumen bahwa kasus penembakan mahasiswa Universitas Trisakti menunjukkan bahwa pemerintah sudah tidak lagi kompeten. Selain itu, pasca turunnya Presiden Soeharto, wakil presiden BJ Habibie menjadi penggantinya menimbulkan krisis kepercayaan dari mahasiswa dan aktivis. Pasca Reformasi 1999 Ketua MPR Harmoko juga digantikan oleh Amien Rais yang ikut demonstrasi bersama mahasiswa. Tidak jelas apa tujuannya. Entah memang membela atau hanya demi kepentingan politiknya saja. Pemantik juga menunjukkan bahwa etnis Tionghoa dibenci banyak orang. Toko-tokonya dijarah, perempuan, wanita, dan ibu-ibu bahkan sampai dilecehkan dan dibunuh. Terakhir tragedi terbakarnya pusat perbelanjaan.

Argumen dari pemantik memancing pertanyaan dari moderator, Alif. “Kerusuhan berawal dari mahasiswa. Namun, kenapa masyarakat ikut membuat kerusuhan dan melakukan perbuatan-perbuatan biadab? Apakah mereka dipengaruhi obat-obat terlarang?”. Pemantik menjawab bahwa tujuan mahasiswa adalah melengserkan Presiden Soeharto sedangkan masyarakat yang kekurangan karena krisis ekonomi menjadi liar dan menjarah bahan makanan juga barang berharga. Etnis Tionghoa menjadi sasaran utama karena masyarakat iri dengan ekonomi mereka yang cukup stabil. Uniknya masyarakat menengah ke atas juga mengincar barang gratis dengan melakukan penjarahan.

Ketika membahas Reformasi timbul pertanyaan, apakah Reformasi bisa menjadi solusi bagi krisis Ekonomi? Pada masa Orde Baru, pejabat-pejabat yang berada di pemerintahan bukanlah profesional di bidangnya tapi nepotisme dari Presiden. Jika Presiden dan orang-orang yang berada di pemerintahan diturunkan maka akan ada pengganti yang berupaya menanggulangi kondisi, sehingga peristiwa ’98 tidak terulang lagi. Tentu saja upaya menstabilkan ekonomi menjadi salah satu prioritas utama. Krisis ekonomi juga menimbulkan kerusuhan di kota-kota besar. Asfa, mahasiswa SPI semester 2 bertanya, “Jika di kota terjadi kerusuhan bagaimana kondisi di desa?”. Pemantik menjelaskan bahwa di kota kesenjangan sosial besar dilihat dari orang-orang kaya yang tinggal di perumahan mewah, sedangkan  orang-orang miskin tinggal di tempat-tempat kumuh. Hal ini menimbulkan kecemburuan yang tinggi. Sebaliknya di desa, tidak mempunyai uang sekalipun masih bisa makan karena sumber daya alam yang memadai. Krisis ekonomi yang terjadi tidak terlalu menimbulkan kerusuhan. Selain itu, di desa kekayaan seseorang dihitung dari luas tanahnya sehingga kesenjangan sosial tidak terlalu terasa.

Terlepas dari kondisi desa saat kerusuhan ’98, krisis ekonomi menjadi salah satu faktor kerusuhan yang terjadi. Krisis ekonomi tahun 1998 disebabkan oleh:

  1. Inflasi yang tinggi
  2. Penurunan harga aset
  3. Penarikan investor asing
  4. Bank Indonesia gagal menyelesaikan masalah peredaran uang

Dari faktor tersebut, memantik pertanyaan dari Gofur mahasiswa SPI semester 4. “ Apa penyebab inflasi? Apakah supply dan demand rupiah tidak seimbang? Apa latar belakang macetnya keuangan di Bank Indonesia? Kenapa investor takut menginvestasikan sahamnya di Indonesia? Kemudian pemantik menjawab hyper inflation disebabkan daya jual beli masyarakat dari dalam dan luar negeri, menguatnya nilai dolar Amerika sebagai mata uang perdagangan dunia (jika nilai dolar Amerika menguat, nilai rupiah menurun), dan perputaran mata uang di Indonesia (jika peredaran di pasaran terlalu banyak, maka nilainya menurun).

Sebenarnya penurunan nilai rupiah terjadi pada 1997, namun BI menggunakan devisa untuk menahan nilai tukar rupiah. Selanjutnya, pemantik menjelaskan krisis ekonomi berawal dari Thailand yang memiliki suku bunga sebesar 10% meminjam uang di Jepang yang memiliki suku bunga sebesar 2% untuk menjaga perputaran uang. Namun, Thailand mulai rugi ketika China mengambil pasar ekspor mereka sehingga Thailand tidak bisa membayar utang ke Jepang. Akibatnya nilai mata uang Thailand menurun dan para investor menarik diri dari Thailand dan negara-negara Asia Tenggara. Maka dari itu BI menahan nilai tukar rupiah dengan cadangan devisa. Namun cadangan devisa yang semakin menipis memicu BI membiarkan nilai mata uang rupiah mengambang mengikuti naik dan turunnya nilai mata uang, sehingga investor menarik diri dari Indonesia juga.

Di akhir diswara moderator menutup dengan pernyataan:

25 tahun lalu pejuang demokrasi dihilangkan secara paksa karena menyuarakan kebebasan

25 tahun lalu ketika Reformasi dikorupsi anak muda secara serentak berhasil menumbangkan era kepemimpinan yang tidak aspiratif

Di tangan pemuda segala yang musykil bisa menjadi real

Anak muda adalah anti-tesis segala yang mustahil

Kita adalah sepucuk surat bagi masa depan