Dosen Sastra Jawa UIN Satu Tulungagung Berbicara Pengaruh Islam dalam Budaya Jawa

Jumat, 30 September 2022 merupakan hari berbahagia oleh Nurul Baiti Rohmah, S.S., M.Hum. karena diberi kesempatan emas untuk berbicara Islam Jawa pada acara Penutupan Diswara (Diskusi Mahasiswa Sejarah) bersama Anma Muniri, S.Hum dengan dimoderaori oleh M. Sirojul Akbar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Kegiatan ini bertempat di Aula Gedung Arief Mustaqim. Nurul Baiti Rohmah, S.S., M.Hum. merupakan satu-satunya dosen perempuan di kampus ini yang menekuni sastra, filsafat, dan budaya Jawa. Dalam kesempatan ini, ia berkesempatan mempresentasikan tentang pengaruh Islam dalam budaya Jawa dan kondisi sosial masyarakat setelah masuknya Islam di Jawa, sehingga terbentuklah Islam Jawa.

Ada beberapa point utama yang ia sampaikan dalam hal ini. Pertama, kebudayaan Jawa setelah Islam datang. Kedua, hasil akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan Jawa yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni berbentuk fisik dan kebudayaan nonfisik. Bentuk-bentuk tersebut tampak sekali pada seni bangunan, seni rupa, karya sastra, sistem pemerintahan, sistem kalender, dan filsafat Islam Jawa. Ketiga, akulturasi dalam seni bangunan tampak pada bangunan masjid agung Demak, masjid Sunan Muria, masjid menara Kudus, bangunan suci dalam pura yang ada di Bali, dan seterusnya. Semua itu memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri dari segi desain, tampilan, atap, menara, dan berbagai bentuk keunikan arsitektur klasik yang ada pada bangunan tersebut. Di Gresik, ada bangunan makam Islam yang unik yakni makam Siti Fatimah binti Maimun. Keempat, akulturasi dalam seni rupa terdapat seni kaligrafi Arab yang turut mewarnai khasanah seni rupa Islam di Jawa, yang mana aksara Arab tersebut bersumber pada Alquran dan hadis. Kelima, Islam Jawa dalam seni sastra. Dalam hal ini diberi contoh dalam bentuk tembang Macapat dan seni wayang. Keenam, dalam sistem pemerintahan. Diberikan contoh munculnya kerajaan yang bercorak Islam, yang pertama kali ada adalah kerajaan Samudera Pasai yang kemudian disusul daerah-daerah lain terutama yang berada di pesisir pantai Jawa yakni Gresik, Tuban, Jepara, Pasuruan, dan Surabaya. Rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal, tidak lagi dimakamkan di candi, melainkan dimakamkan secara Islam.

Ketujuh, dalam sistem kalender. Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat telah mengenal kalendar Saka yang merupakan kalendernya masyarakat Hindu. Setelah berkembangnya Islam, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa menggunakan perhitungan peredaran bulan atau yang disebut qomariah seperti yang tampak pada tahun hijriah, yakni tahunnya orang Islam. Namun, untuk penanggalan hariannya tetap seperti penanggalan Saka, karena masih melekat dan paling banyak digunakan masyarakat. Kedelapan, tentang filsafat Islam Jawa. Dalam hal ini, diberikan dua contoh yakni tentang puritan dan Islam Kejawen. Selanjutnya, Nurul Baiti Rohmah menutup presentasinya dengan membahas kondisi sosial masyarakat setelah masuknya Islam di Jawa yang menjadi perubahan budaya dan melahirkan Islam Jawa. “Hal ini, salah satunya, tampak pada pudarnya penggolongan masyarakat Jawa terhadap sistem kasta yang dimiliki oleh masyarakat Hindu-Budha saat itu. Masyarakat telah menggunakan nama-nama Arab. Selain itu, kosakata bahasa Arab mulai banyak diserap, dan digunakan ke bahasa pada masa itu,” pungkasnya.