(Senin, 26 Desember 2022) Kelompok bidaya dan masyarakat adat Tulungagung menggelar napak tilas upacara adat Sraddha Agung di kompleks candi Pesanggrahan dan candi Gayatri Tulungagung. Kegiatan tersebut merupakan usaha untuk menghidupkan kembali budaya luhur peninggalan kerajaan Majapahit. Sraddha Agung adalah sebuah peringatan kematian, yaitu setelah 12 tahun wafatnya Sri Gayatri Rajapatni pada tahun 1284 Saka atau 1362 Masehi. Menurut ketua panitia, Akhol Firdaus, kegiatan napak tilas ini sebagai refleksi atas sosok Gayatri yang dipersonikasi dengan ajaran Bhinneka Tunggal Ika dan penyatuan Nusantara.
Sri Gayatri dikenal sebagai figur sentral dalam kerajaan Majapahit. Dalam kitab Negara Kertagama Sri Gayatri Rajapatni dipersonifikasikan sebagai guru spiritual yang sangat mempengaruhi kepemimpinan awal Majapahit, terutama di era Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada.
Prosesi kegiatan tersebut berupa nyekar atau ziarah kubur dari candi Sanggrahan dilanjutkan ke candi Gayatri yang berjarak sekitar 4 km. Adapun letak candi Sanggrahan di desa Sangrahan, dan candi Gayatri terletak di desa Boyolangu. Keduanya masih dalam wilayah kecamatan Boyolangu.
Dalam kegaitan napak tilas tersebut mahasiswa Sejarah Peradaban Islam juga turut megikuti setiap tahapan kegiatan dari awal hingga akhir. Bersama masyarakat adat Tulungagung mereka mencoba menghayati upara Sraddha Agung ratusan tahun lalu dan mengambil pelajaran dari soso Sri Gayatri Rajapatni. Kegiatan dimulai dari pagi pukul 07.00 di candi Sanggarahan, kemudian arak-arakan menuju ke candi Gayatri hingga selesai sekitar puluk 13.00.
Prisca Anggun, salah satu mahasiswi SPI merasakan kebahagiaan tersendiri dalam mengikuti kegiatan tersebut. Menurutnya, meskipun sudah beberapa kali mengunjungi candi Sanggrahan maupun candi Gayatri, namun kunjungan kali ini terasa berbeda. Tak lain, karena dilakukan dengan beberapa komunitas adat dengan ritual nyekar yang kental dengan budaya jawa.