Fase Penyebaran: Proses Islamisasi di Nusantara

Sabtu, 22 Maret 2021, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sejarah Peradaban Islam (SPI) mengadakan kembali diskusi rutinan untuk kali kedua, Diswara (Diskusi Mahasiswa Sejarah). Diswara kali ini merupakan lanjutan dari tema yang sebelumnya, dengan mengusung tema Fase Penyebaran: Proses Islamisasi Di Nusantara.

Mengundang pemantik yang sudah berpengalaman, Anma Muniri merupakan seorang yang pernah menjabat sebagai divisi Manajemen Sumber Daya Mahasiswa periode 2018/2019. Sedang pemantik merupakan anggota divisi Manajemen Sumber Daya Mahasiswa pada kepengurusan tahun ini, yaitu Prisca Anggun. Seperti diskusi yang sebelumnya, Warkop Bagong merupakan tempat yang digunakan dalam kegiatan diskusi tersebut, dengan setidaknya sekitar 10 peserta luring dan lebih dari 10 peserta daring via Google Meet dan Instagram Live.

Sedikit menyinggung pertemuan yang lalu, Anma menerangkan bahwa ada perdebatan mengenai fase penyebaran Islam di Nusantara, antara lebih dahulu Perlak atau Samudra Pasai. Bagi sejarawan Indonesia, Samudra Pasai itu setelah Perlak. Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaidin, pada abad ke 9 M., yang merupakan kerajaan bermadzhab Syiah. Kemudian pada abad 13 M. itu masa peralihan dari Perlak ke Samudra Pasai. Hal tersebut juga didukung dengan catatan perjalanan Marco Polo.

Ketika melihat data-data sejarah, islamisasi mulai masif ketika abad ke 15 M. Hal itu dibuktikan dengan adanya makam Troloyo di Mojokerto yang mengindikasikan adanya perkampungan Islam. Kemudian ketika melihat tanah Jawa, ada seorang raja yang bernama Raden Patah yang memimpin kerajaan Demak, yang merupakan kerajaan pertama di tanah Jawa. Raden Patah merupakan putera dari Raja Brawijaya V dengan seorang Putri Campa yang beragama Islam. Kemudian di Sulawesi ada seorang (penyebar agama Islam) yang bernama Dato Ri Bandang, yang kemudian juga ke Kalimantan mengislamkan masyarakat setempat pada abad 16 M. lantas kemudian Islam berkembang secara masif karena adanya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Ternate, Tidore, Gowa-Tallo, dan lain sebagainya.

Saluran islamisasi juga lewat perdagangan. Sebelum Islam masuk di Nusantara, telah terjalin hubungan dagang antara Nusantara dengan berbagai daerah. Di Maluku sendiri merupakan pusat cengkih.

Kemudian ada jalur tasawuf. Faktor yang memengaruhi mudahnya Islam diterima adalah karena sebelumnya masyarakat local juga menyukai hal-hal yang bersifat spiritual yang juga ada kesamaan dengan ajaran tasawuf, meski dalam hal furu’iyahnya berbeda. Di lain sisi memang syarat masuk Islam yang cukup mudah, tinggal mengucap kalimat syahadat. Islam sendiri tidak mengenal sistem kasta. Selain itu juga perkawinan antara kaum dagang dari Timur Tengah dengan masyarakat pribumi bisa meningkatkan status sosial mereka, yang dengan itu mereka harus masuk Islam terlebih dahulu.

Jadi bisa disimpulkan bahwa pada abad ke 7 M. itu sebagai abad pengenalan Islam, ketika orang-orang Islam datang hanya sebagai pedagang dan belum begitu menyebarkan Islam. Kemudian abad 11 M. mulai awal penyebaran dan puncaknya ketika abad ke 15 M.

Kemudian dilanjut dengan sesi diskusi dan tanya jawab. Dan di akhir diskusi, Anma memberikan closing statement. “Sejarah adalah perjanjian masa terdahulu, masa sekarang dan masa yang akan datang.”

Sejarah adalah perjanjian masa terdahulu, masa sekarang dan masa yang akan datang.

Anma Muniri

Nb: diskusi bisa disaksikan kembali via Instagram TV @spi_iain_tulungagung