Rabu, 29 Juni 2022. HMPS SPI mengadakan DISWARA (Diskusi Mahasiswa Sejarah) kembali yang bertema Perkembangan Arkeologi Masa Kolonial. Acara diswara kali ini berbeda dengan diswara sebelum – sebelumnya karena, diswara kali ini diselenggarakan secara collabs dengan IKAHIMSI (Ikatan Himpunan Sejarah Se-Indonesia Wilayah III). Hari ini kita ditemani oleh moderator Lana Faizatussulaimah dari Mahasiswa SPI UIN SATU Tulungagung dan pemantik kita yaitu Rizqi Ihya Ulumuddin dari Devisi PSDM Ikahimsi Wilayah III Jatim. Diskusi ini dihadiri dari berbagai kalangan dan dihadiri juga oleh Dr. Amin Tohari, SAg.,M.Si., M.Pd.I dari Fisip UINSA, Maudy Sandra, S.S dari Nasionalis Cyber Indonesia (NCI), Prof.Dr.Alef Theria Wasim M.A. Acara ini dilaksanakan secara online yaitu dengan via gmeet.
Dalam diskusi kali ini membahas Perkembangan Arkeologi Masa Kolonial. Kita akan membahas sebagian tokoh-tokoh arkeolog bangsa Belanda pada masa itu, yaitu: jan Laurens Andries Brandes, Nicolas Johannes Krom, Frederik David Kan Bosch, Willem Frederik Stutterheim.
Kita akan membahas salah satu dari tokoh-tokoh tersebut karena akan panjang artikel ini jika di jelaskan semuanya. Jan Laurens Andries Brandes adalah salah satu arkeolog Indonesia dan terkenal ketika menemukan naskah manuskrip Nagarakertagama pada saat penyerbuan Belanda di puri Cakranegara, Lombok pada tahun 1894. Dr Jan Laurens Andries Brandes berkebangsaan Belanda, lahir di Rotterdam 13 Januari 1857 – meninggal di Batavia 26 Juni 1905 pada umur 48 tahun. Beliau ahli filologi (ahli bahasa kuno), epigrafi (ahli tulisan kuno), kolektor barang kuno, dan leksikografi (ahli penyusun kamus bahasa langka).
Adapun tokoh pendukung arkeologi di tanah Hindia Belanda seperti Ir. MacLaine Pont dan Gh Von Faber. Adapun bangunan Arkeologi yang menjadi nilai potensial bagi bangsa Indonesia seperti candi borobudur. Dan tokoh pemugaran pertama yaitu Theodor Van Erp dan Jean Jacques De Vink.
Materi selanjutnya yaitu Suikerfabriek. Apa itu Suikerfabriek? Suikerfabriek merupakan pabrik gula itu adalah penyebutan pabrik gula di masa kolonial Belanda. Suikerfabriek pertama yang didirikan adalah Suikerfabriek Kalibagor yang berada di Banyumas.
Pabrik gula Kalibagor didirikan pada tahun 1838 oleh Sir Edward Cooke Junior. Pada masa perkembangannya, Suikerfabriek Kalibagor sempat menjadi pemasok gula di Pulau Jawa dan tercatat sebagai salah satu perusahaan milik Belanda yang terbesar di wilayah Banyumas. Keberadaan Pabrik gula Kalibagor pada masa itu menjadi tonggak sejarah perkembangan perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula lainnya di wilayah Karesidenan Banyumas. Perkembangan yang pesat terjadi setelah pemerintah membuka keterlibatan pihak swasta dalam bisnis gula. Pemerintah juga melakukan pengembangan jalur transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah perkebunan tebu dan pabrik gula sebagai jalur distribusi.
Selain Suikerfabriek Kalibagor, pada tahun 1889 berdiri pabrik gula di Klampok yang dipimpin oleh administratur J.T. de Ruijter. Tahun 1891 berdiri dua pabrik gula swasta, masing-masing di Bojong yang dipimpin oleh administratur H.C.C Fraissinet dan di Kalimanah yang dipimpin oleh administratur Ch. Conradi. Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1893 berdiri pabrik Ekonomi Banyumas Masa Kolonial | 45 gula di Purwokerto yang dipimpin oleh administratur M.C. Brandes. Kemudian disusul berdirinya pabrik gula di Majenang.
Singkat saja lalu ada sesi tanya jawab oleh para peserta dan setelah itu waktu sudah menjelang sore, di rasa sudah cukup untuk menutup diswara collabs bersama Ikahimsi dan di akhiri dengan bincang santai dengan para peserta yang mengikuti diswara via meet tersebut..